Di ruangan itu sekarang sudah berkumpul keempat wanita psikopat itu. Ruangan itu sudah sangat bau karena kotoran dan air kencing beserta sedikit bau anyir darah. Orang biasa, termasuk Endy, akan sangat tersiksa dengan bau yang begitu menyengat ini, tapi para wanita psikopat itu justru sangat menikmatinya.
Aling lalu menyalakan lilin-lilin di tembok. Dalam temaram ruangan, Mereka melihat Endy yang sekarat sudah dipenuhi kotoran dan muntahnya sendiri. Pemandangan itu sangat mengerikan namun para wanita psikopat itu merasa sangat terangsang melihat mangsanya hampir mati. Mereka lalu melepas seluruh pakaian mereka, memperlihatkan seksinya tubuh mereka dalam temaram ruangan.
Walau Endy sudah hampir tak bernyawa lagi, batang penis yang meradang itu terus tegang selama 6 hari ini dan juga produksi spermanya terus bertambah akibat akumulasi obat setan yang dijejalkan Aling tiap malam.
Mei Zu lalu mendekati Endy dan memencet-mencet batang penis Endy. Sontak Endy meronta kesakitan dan lolongannya bergema di ruangan penyiksaan itu.
Mei Zu: Ahahaha!! Good job girls, tititnya udah hancur. Baru gua giniin aja udah kesetanan dia.
Ketiga temannya tertawa-tawa melihat Mei Zu yang terus memencet dan memelintir batang penis Endy. Banyak darah dan nanah yang berkumpul di saluran urethranya luber keluar.
Mei Zu tersenyum sadis lalu berbisik ke telinga Endy.
Mei Zu: Tadi baru pemanasan, dildo.
Mei Zu lalu meludah ke tangannya. Air liurnya bercampur dengan keringatnya sendiri, menciptakan cairan licin yang hangat. Tangan kanannya yang bercakar perlahan membungkus batang Endy. Jari-jarinya mencengkeram dengan kekuatan yang pas, tidak terlalu kencang tapi cukup untuk membuat Endy mengerang lemah di tengah-tengah penderitaannya.
Mei Zu tersenyum sinis dan mulai mengocok dengan gerakan lambat namun penuh tekanan. Tangannya naik-turun dari pangkal hingga kepala. Jempolnya sesekali menggosok kepala batangnya yang sensitif, membuat Endy meronta dan melolong lebih hebat. Ekspresinya hanya penderitaan murni karena tiap kocokan Mei Zu membuat batangnya yang radang parah itu luar biasa sakit dan terasa dicabut.
Mei Zu tersenyum sinis melihat wajah Endy dan mempercepat ritme kocokannya. Tangannya bergerak seperti piston. Suara slap-slap cairan dan gesekan kulit memenuhi ruangan. Keringat menetes dari lengannya. Tato naga-nya seolah hidup saat otot tangannya menegang. “Ayo, dildo, keluar untukku!” perintahnya, matanya bersinar kegilaan.
Sebentar saja dikocok, Endy tak tahan lagi. Obat laknat itu benar-benar merangsang produksi spermanya dan mengalirkan terus darah ke kemaluannya. Endy mengerang keras penuh kesakitan ketika ejakulasinya menyemprot dengan keras. Cairan putih kental bercampur darah dan nanah menyemprot ke tangan Mei Zu, beberapa tetes mengenai wajahnya. Rasa sakit yang begitu luar biasa ketika ejakulasi membuat Endy pingsan.
Mei Zu menjilat peju menjijikan itu dari jarinya, “Hmm... Manis sekali,” katanya dengan senyum sadis. Tanpa peduli mangsanya yang pingsan, Mei Zu melanjutkan mengocok batang Endy yang terus tegang itu. Malangnya, Endy kembali tersadar dari pingsannya karena rasa sakit neraka akibat handjob Mei Zu di penisnya yang meradang.
Sementara itu, Aling dan Fei Lin naik ke atas tubuh Endy. Mereka duduk berhadapan. Tubuh mereka yang telanjang berkilau oleh keringat, penuh gairah yang membara. Aling duduk di dada Endy. Pahanya yang ramping menjepit tubuh Endy. Vaginanya yang basah menggesek kulit dada Endy, meninggalkan jejak cairan lengket di atas dada Endy. Payudaranya yang kecil dengan puting ditindik stud perak menonjol, bergetar setiap kali ia bergerak.
Fei Lin duduk tepat di wajah Endy, vaginanya menutupi mulut dan hidung Endy, cairannya yang hangat dan asin mengalir ke wajah Endy, memblokir pernapasannya hingga Endy hanya bisa mengeluarkan suara teredam. Tubuhnya menggeliat, mencoba menghirup udara, tapi Fei Lin hanya tertawa, “Hahaha, kau hanya kursi bagiku!” katanya, pinggulnya bergoyang perlahan, vaginanya menggesek wajah Endy dengan ritme yang penuh kenikmatan.
Aling dan Fei Lin menatap satu sama lain dengan mata penuh nafsu. Bibir mereka hanya berjarak beberapa senti. Aling memulai. Tangannya yang mungil meraih leher Fei Lin, menariknya lebih dekat, lalu bibir mereka bertemu dalam ciuman yang panas dan liar.
Bibir Aling yang lembut bertabrakan dengan bibir penuh Fei Lin yang dilapisi lipstik merah darah. Lidah mereka saling menari. Suara slurp-slurp kecil terdengar saat mereka mencumbu dengan penuh gairah. Air liur mereka bercampur, menetes ke dada Endy yang menjadi alas mereka.
Fei Lin mengerang lembut, “Aah… kau manis sekali, Aling…” desahnya, tangannya meraih payudara kecil Aling, jari-jarinya mencubit puting yang ditindik, membuat Aling menggeliat, “Aahhh… lebih keras, kak Fei Lin” pintanya, tubuhnya gemetar di atas dada Endy.
Aling membalas, tangannya turun ke pinggul Fei Lin, mencengkeram bokongnya yang kencang, menariknya lebih erat hingga vaginanya menekan lebih kuat ke wajah Endy, membuatnya semakin sulit bernapas.
Endy: Mmph… mmph…
Suaranya teredam, tubuhnya bergetar hebat mencoba menghirup udara. Fei Lin tertawa di sela ciuman, “Rasakan aroma vaginaku, dildo!” teriak Fei Lin, lalu kembali mencium Aling, lidahnya masuk lebih dalam, menjelajahi setiap sudut mulut Aling.
Payudara mereka makin mengencang karena nafsu. Mereka terus bercumbu, tangan mereka saling meraba tubuh mereka satu sama lain. Paha mereka menggesek tubuh Endy sehingga cairan dari vagina mereka menetes ke tubuhnya, menciptakan aroma erotis yang memenuhi ruangan.
Di sudut ruangan, Fang-Fang berdiri penuh keringat. Matanya terpejam, bibirnya sedikit terbuka, desahan lembut keluar dari mulutnya, “Aah… aahhh…” saat ia masturbasi dengan penuh gairah, terangsang oleh pemandangan di depannya. Tangan kanannya berada di antara pahanya, dua jarinya masuk ke dalam vaginanya yang basah, suara squish-squish cairannya terdengar jelas saat ia menggerakkan jari dengan cepat, masuk-keluar dengan ritme yang liar. Jari-jarinya berlumur cairan bening yang menetes ke pahanya, vaginanya berkedut setiap kali ia menyentuh klitorisnya dengan jempol, menggosoknya dengan gerakan melingkar.
“Aahhh… enak sekali…” desahnya, tubuhnya gemetar.
Tangan kirinya meraih payudara kirinya, meremasnya dengan keras, putingnya yang cokelat tua mengeras di antara jari-jarinya, ia mencubitnya dengan lembut lalu menariknya, membuatnya mengerang lebih keras, “Aah… ya… seperti itu…” Cairan vaginanya mengalir lebih banyak, menetes ke lantai semen yang dingin, pahanya bergetar hebat saat ia mendekati klimaks. Fang-Fang membuka matanya sejenak, menatap tubuh Endy yang menderita di bawah Aling dan Fei Lin, dan tangan Mei Zu yang mengocok batang Endy, “Aku mau… keluar…” bisiknya, lalu mempercepat gerakan jarinya, vaginanya mencengkeram jari-jarinya erat, hingga akhirnya ia mencapai klimaks, “AAAHHH!” jeritnya, cairan bening menyemprot dari vaginanya, membanjiri lantai, tubuhnya gemetar hebat, lututnya nyaris lemas, tapi ia tetap berdiri, napasnya tersengal, “Lagi… aku mau lagi…” desahnya, jari-jarinya kembali bergerak.
Endy, di bawah tekanan Fei Lin dan Aling, nyaris pingsan. Mei Zu terus mengocok batang Endy tanpa henti, “Keluar lagi, dildo!” perintahnya. Tangannya bergerak cepat. Peju merah Endy menyemprot lagi, membuat tangan Mei Zu lengket.
Aling dan Fei Lin terus bercumbu. Ciuman mereka semakin panas, payudara mereka saling bergesekan, cairan mereka menetes ke tubuh Endy.
Vagina Fei Lin hampir memblokir penuh pernapasan Endy membuat Endy begitu tersiksa.
Fang-Fang: Mmph… Mmph… Ahhhhh!!
Fang-Fang mencapai klimaks kedua. Cairannya menyemprot lagi. Tubuhnya gemetar penuh kenikmatan.
___________________
Sudah satu jam penuh pemerkosaan intens pada Endy tanpa para wanita psikopat itu mengganti posisi. Endy terbaring di atas meja operasi. Tubuhnya yang sudah lemah hanya bisa pasrah diperkosa oleh mereka. Dia sudah pingsan lebih dari 5 kali karena handjob Mei Zu.
Meja operasi di bawahnya basah oleh keringat, cairan tubuh, dan darah akibat ditindih Fei Lin dan Aling dan juga handjob brutal Mei Zu. Tubuhnya penuh dengan air liur dan cairan Aling dan Fei Lin yang terus bercumbu di atasnya. Badannya merah akibat tekanan bokong mereka, dan wajahnya basah oleh cairan kewanitaan dan lendir Fei Lin.
Walau sudah tak terhitung berapa kali Endy ejakulasi di tangan Mei Zu, batangnya masih ereksi karena obat kuat dosis tinggi di tubuhnya.
Endy hanya bisa terus mengerang, “Tolong… hentikan… aku tak tahan…” suaranya parau, matanya penuh air mata, tapi keempat wanita itu hanya tertawa. Gairah mereka justru meningkat melihat ketidakberdayaan mangsanya.
Akhirnya sebentar kemudian, mereka pun berhenti. Mei Zu berdiri bangga sambil mengoleskan wajah dan payudaranya dengan cairan kejantanan Endy. Aling dan Fei Lin pun juga turun dari tubuh Endy. Vagina mereka masing-masing meninggalkan jejak lengket di dada dan wajah Endy.
Fang-Fang, yang baru saja mencapai klimaks kelima dari masturbasi, menjilat jari-jarinya yang basah, matanya merah penuh nafsu, “Sekarang aku mau lihat darahnya mengalir…” desahnya dengan suara serak.
Mei Zu tersenyum sadis, “Baik, saatnya kita bermain lebih keras,” katanya, lalu dia mengambil alat-alat penyiksaan dari meja logam di sudut: silet kecil, cambuk ternak, tongkat besi pendek, jarum.
Mei Zu: Ayo pilih alat siksaan kalian masing-masing.
Aling mengambil pertama kali dan memulai dengan silet kecil, bilahnya berkilau di emang lilin. “Mari kita buat kulit kakak jadi kanvas,” katanya, lalu menekan silet ke dada Endy, mengiris dengan gerakan lambat dan penuh perhitungan.
SLICE!
Kulit dada Endy terbuka. Daging merah di bawahnya terlihat, darah segar mengalir seperti sungai kecil, menetes ke sisi meja operasi.
Endy menjerit kesetanan, “AAAARGH! TOLONG! SAKIT!” tubuhnya meronta, tapi tali kulit di tangan dan kakinya menggigit lebih dalam ke kulitnya, meninggalkan bekas merah. Aling terus menyilet, membuat pola zigzag di dada Endy. Setiap goresan menghasilkan darah yang lebih banyak. Beberapa tetes darah menyemprot ke tubuh telanjangnya, “Cantik sekali…” desahnya, matanya bersinar kegilaan.
Aling beralih ke paha Endy, menyilet dengan gerakan cepat, SLASH-SLASH! kulit paha Endy robek, dagingnya terbuka hingga otot terlihat, darah mengalir deras, membanjiri meja dan lantai di bawahnya.
Fei Lin ikut dengan mengambil cambuk khusus ternak. “Aku suka suara jeritanmu,” katanya dengan senyum yang mengerikan. Fei Lin lalu mengayunkan cambuk ke perut Endy. Daging Endy langsung hancur dibarengi jeritan kesakitan Endy.
CRACK! CRACK! CRACK! Fei Lin tanpa ampun terus mencambuk sekujur tubuh Endy hingga lapisan lemak terlihat. Darah menyemprot ke wajah dan badan Aling yang sedang menyilet, beberapa membuatnya seperti mandi darah.
Endy menjerit lebih keras, “AAAARGH! AKU MOHON! HENTIKAN!” tubuhnya menggeliat hebat, tapi tali kulit menahannya erat. Fei Lin terus mencambuk dan setiap pukulan meninggalkan luka baru. Tubuh Endy hancur, darah mengalir sangat banyak, membentuk genangan merah di meja operasi dan turun menetes ke lantai.
Mei Zu mengambil tongkat besi pendek, ujungnya tumpul tapi cukup berat untuk menghancurkan. “Aku mau lihat kau memar,” katanya dengan suara dingin, lalu memukul dada Endy dengan kekuatan penuh, THUD! suara tulang retak samar terdengar, kulit dadanya memar biru tua, darah kecil merembes dari luka sebelumnya. Endy menjerit, “AAAARGH! AKU TAK TAHAN! TOLONG!” napasnya tersengal, tubuhnya gemetar hebat. Mei Zu terus memukul, THUD-THUD! menargetkan lengan dan paha Endy, kulitnya memar keunguan, pembuluh darah pecah di bawahnya, darah merembes membentuk pola memar yang mengerikan. Ia beralih ke wajah Endy, memukul giginya dengan tongkat, THUD! Salah satu gigi seri Endy lepas, “AHHH… UUGHH…” rintih Endy. Darah mengucur dari bekas giginya yang rontok. Ekspresi Endy penuh penderitaan, matanya membelalak, tubuhnya gemetar oleh campuran rasa sakit dan ketakutan. Namun Mei Zu tanpa ampun terus memukuli setiap jengkal tubuh Endy.
Fang-Fang mendekat dengan beberapa buah jarum, matanya penuh nafsu melihat darah yang mengalir di meja. “Aku mau kemaluanmu bolong,” katanya, lalu menekan ujung jarum ke biji pelir kiri Endy, menusuk dengan perlahan, TES! kulit dan daging tembus, sedikit darah menyemprot ke tangan Fang-Fang.
Endy: GGGGGGYYYYAHHH!!
Endy menjerit sekuat-kuatnya.
TES! Jarum kedua ditusuk ke kepala urethra Endy. Jeritan keras Endy kembali bergema. Sedikit darah kembali kembali muncrat, kali ini mengenai payudara Fang-Fang yang besar. Putingnya yang cokelat tua berkilau merah. Jarum ketiga, jarum keempat dan seterusnya ditancapkan Fang-Fang ke setiap sudut kemaluan Endy. Setelah jarum-jarum di tangannya habis, Fang-Fang mencabut jarum-jarum yang tertancap di kemaluan Endy dan menusuknya kembali di bagian tubuh Endy yang lain.
Endy terus menjerit kesetanan dan sumpah serapah karena rasa sakit neraka disiksa demikian kejinya oleh para wanita psikopat itu.
Namun di tengah penderitaan itu, Endy tiba-tiba merasa tubuhnya gemetar hebat. Efek obat kuat masih bekerja dan pemandangan empat wanita seksi yang menyiksanya, yaitu Fei Lin dengan tubuh atletisnya, Aling dengan wajah imutnya, Mei Zu dengan suara seksi dominannya, dan Fang-Fang dengan payudaranya yang besar, membangkitkan rangsangan tak diinginkan. Batangnya, meski tak disentuh, tiba-tiba saja ejakulasi. Peju bercampur darah dan nanah menyemprot lemah luber ke meja di bawahnya. “Aagh… uggh…” desah Endy, ekspresinya penuh kesakitan ketika peju menjijikannya terus mengalir keluar dari ujung penisnya yang meradang.
Fei Lin yang melihat peju Endy menyembur tertawa mengejek, “Lihat, anjing ini suka disiksa haha!” katanya. Fei Lin lalu mendekatkan mulutnya ke kemaluan Endy dan mulai mengulum batang Endy, memainkan lidahnya di penis Endy yang meradang untuk menjilati peju bercampur darah dan nanah dari ujung urethra Endy. Blowjob Fei Lin yang makin intens membuat Endy kembali menjerit-jerit akibat rasa sakit luar biasa. Setiap hisapan Fei Lin membuat batang Endy terasa dicabut. Obat laknat itu dengan cepat membuat ejakulasi Endy keluar lagi dalam waktu singkat di dalam mulut Fei Lin, yang kemudian dihabiskannya.
Fei Lin tanpa henti terus mengoral kemaluan Endy dengan mulutnya dan memaksanya ejakulasi sampai 2 kali lagi, sementara ketiga wanita lainnya terus menyiksa Endy sambil tertawa histeris.
Walau total waktu sesi penyiksaan ini hanya sekitar 30 menit, namun tubuh Endy sudah hampir tak berbentuk lagi. Seluruh wajahnya habis dan penuh luka, bahkan giginya sudah banyak yang rontok. Badan dan kemaluannya bolong ditusuk jarum. Darah dan peju serta nanah membanjiri meja dan lantai. Aroma anyir memenuhi ruangan mengalahkan bau kotoran.
Keempat wanita itu akhirnya berhenti. Tubuh mereka berkilau oleh keringat dan darah mangsanya. Namun nafsu bejat mereka belum terpuaskan. Endy sekarang sudah tak bisa bersuara sama sekali karena begitu lemahnya.
Melihat kondisi mangsa mereka yang sudah tak mungkin melawan, Mei Zu melepas tali di kedua tangan Endy, “Sebelum elu mati, elu bisa ngerasain molek dan nikmatnya tubuh kita, dildo," katanya dengan senyum sadis, lalu memaksa tangan Endy yang lelet untuk bergerak.
Mei Zu menarik tangan kanan Endy ke payudaranya, “Remas, atau aku silet lehermu!” perintahnya. Tangan Endy yang gemetar menyentuh payudara Mei Zu, meremas dengan lemah, kulitnya yang kencang dan putingnya yang mengeras terasa di bawah jari-jarinya. Mei Zu mengerang kecil, “Aahhh… lebih keras!” tapi Endy terlalu lemah, jari-jarinya hanya bisa menggenggam dengan lemah. "Lebih keras atau gua tebas jari elu!" Walau sangat lemas, Endy yang sangat ketakutan akhirnya memaksakan jarinya kuat-kuat meremas-remas payudara penyiksanya itu. Mei Zu pun merem-melek keenakan dan mulai memainkan klitorisnya sendiri.
Aling mengambil giliran setelah Mei Zu. Dia menempatkan tangan kanan Endy di payudaranya, “Ayo, kak, sekarang rasakan aku!” katanya. Tangan Endy dipaksa Aling untuk meremas payudaranya dan mencubit putingnya. Puting Aling yang ditindik stud perak terasa kecil tapi keras. Aling mendesah keenakan karena dia sudah sangat terangsang.
Sambil Endy masih meremas-remas payudara Aling, Fei Lin menyusul. Dia menempatkan tangan kiri Endy ke payudaranya yang lebih besar dari Aling. Payudara Fei Lin terasa lembut namun juga keras di bagian putingnya. “Remas aku! Lebih kuat! AHHH!” perintahnya, tapi Endy hanya bisa meremas dengan lemah karena dia sudah sangat sekarat. "Dasar anjing letoy, cih!" Fei Lin mendengus kecewa.
Terakhir, Fang-Fang mendekat, payudaranya yang besar dan penuh menonjol, putingnya yang cokelat tua mengeras. Saat tangan kiri Endy menyentuh payudara Fang-Fang, jari-jarinya tiba-tiba meremas lebih intens, meski lemah, seolah naluri terakhirnya terpicu oleh ukuran dan kelembutan payudara Fang-Fang. “Lihat, dia suka payudaraku!” kata Fang-Fang dengan senyum penuh nafsu, “Aku mau dia menyusu," lanjutnya, matanya bersinar kegilaan.
Fei Lin, Aling, dan Mei Zu cekikikan, “Sepertinya dia pilih Fang-Fang,” kata Mei Zu sambil tertawa, “Payudaramu memang paling besar, Fang-Fang!”
Fang-Fang berdiri dengan bangga, tubuh telanjangnya berkilau oleh keringat dan darah, payudaranya yang besar penuh dengan cipratan darah Endy, putingnya yang cokelat tua mengeras, vaginanya basah berkilau karena gairah melihat darah di tubuhnya.
Fang-Fang berdiri di samping Endy, menarik kepala Endy ke payudaranya. “Kenyot yang kuat! Buat aku puas!” perintahnya, menekan wajah Endy ke payudaranya, bergantian kanan dan kiri.
Endy yang sudah kehilangan seluruh gigi serinya akibat hantaman Mei Zu dipaksa mengenyot puting Fang-Fang. Mulutnya yang berdarah menempel ke payudara Fang-Fang. Gusi Endy yang hancur dan mengeluarkan darah, menyiprat ke payudara Fang-Fang, membuat payudara Fang-Fang seperti mandi darah. Putingnya berkilau oleh darah segar.
Fang-Fang: Kenyot lebih kuat! Kalau nga, gua rontokin sisa gigi lu!
Endy, meski lemah, sangat ketakutan dan dengan sisa tenaganya mengenyot sekuat-kuatnya payudara Fang-Fang. Lidahnya menyapu puting Fang-Fang. Darah dari gusinya bercampur dengan air liurnya, menciptakan cairan merah yang menetes ke perut Fang-Fang, “Aah… ya… seperti itu…” desah Fang-Fang, matanya terpejam, vaginanya semakin basah, cairannya menetes ke lantai.
Fang-Fang lalu mengambil tangan kanan Endy, menarik jari tengahnya, “Masukkan ke vaginaku, dildo!” perintahnya, lalu menuntun jari-jari Endy ke klitorisnya yang sudah mengeras. Jari telunjuk Endy, gemetar dan penuh darah, menyentuh klitoris Fang-Fang, menggosok dengan lelet, “Aah… lebih cepat!” bentak Fang-Fang.
Endy dengan ketakutan makin mempercepat permainan jarinya, kali ini dengan jari telunjuk dan jari tengah. Fang-Fang mendesah nikmat, tangannya menekan kepala Endy lebih erat ke payudaranya, putingnya terhisap lebih dalam, darah terus menetes, payudaranya penuh dengan noda merah yang mengerikan namun erotis.
Endy dipaksa terus mengenyot payudara Fang-Fang. Mulutnya bergerak makin melemah, darah dari gusinya mengalir lebih banyak, menyiprat ke payudara dan perut Fang-Fang, sementara jarinya dipaksa menggosok klitoris Fang-Fang. Akhirnya tak berapa lama, cairan kewanitaan Fang-Fang mulai membanjiri jari Endy, “Aah… ya… aku keluar…” desah Fang-Fang, pinggulnya bergoyang, vaginanya berkedut.
Tiga menit kemudian, Fang-Fang mencapai klimaks, “AAAHHH!” jeritnya, cairan kental menyemprot dari vaginanya, membanjiri tangan Endy, beberapa tetes menyemprot ke lantai, tubuh Fang-Fang gemetar hebat, payudaranya yang belepotan darah bergoyang, putingnya mengeras maksimal. Endy, lemas dan nyaris pingsan, hanya bisa mengerang. Mulutnya penuh darah, wajahnya basah oleh darah dan air liur. “Kau bagus juga, dildo,” kata Fang-Fang dengan napas tersengal, vaginanya masih berkedut, payudaranya penuh darah yang mengerikan.
Fei Lin, Aling, dan Mei Zu cekikikan, “Kau cepat sekali, Fang-Fang!” kata Aling, “Lihat payudaramu, penuh darah, seksi sekali!” tambah Mei Zu. Tangan mereka saling mengelus, terangsang oleh pemandangan itu.
Fei Lin berjalan ke samping kiri Endy dan menarik tangan kirinya, “Gunakan jarimu untuk kami juga, dildo!” perintahnya, lalu menuntun jari telunjuk dan jari tengah Endy ke vaginanya. Kedua jari Endy menyentuh klitoris Fei Lin, menggosok dengan lelet, “Aah… ya… lebih cepat!” desah Fei Lin, pinggulnya bergoyang, vaginanya basah mengalirkan cairan bening.
Endy menangis, “Hiks… tolong… aku tak bisa…” tapi Fei Lin memaksa lebih keras, “Lakukan, atau aku cabut kukumu dengan tang!” Ketakutan, jari Endy bergerak lebih cepat, darah dari jarinya bercampur dengan cairan Fei Lin, “Aah… enak sekali…” desah Fei Lin. Setelah sepuluh menit Fei Lin baru mencapai klimaks, “AAAHH!” cairan menyemprot ke tangan Endy, tubuhnya gemetar.
Aling mengambil giliran, vaginanya yang kecil dan rapat menelan jari Endy, “Aah… masukkan lebih dalam!” pintanya, payudaranya bergoyang, tak bisa menahan nafsu, ia mencumbu Endy, bibirnya menempel ke leher Endy yang berdarah, lidahnya menjilat darah, “Aah… kakak rasanya enak…” desahnya, tangannya meremas payudaranya sendiri, putingnya yang ditindik stud perak mengeras. Endy menangis, “Hiks… tolong… sakit…” tapi Aling terus memaksanya, setelah beberapa menit Aling klimaks, “AAAHH!” cairan mengalir deras, tubuhnya gemetar hebat.
Mei Zu menyusul, vaginanya yang licin menyambut jari Endy, “Aah… pelan-pelan, dildo…” desahnya, pinggulnya bergoyang perlahan, tapi Endy terlalu lelet, membuat Mei Zu memaksa jarinya lebih dalam, “Lebih cepat, atau aku potong jarimu!” ancamnya. Endy yang ketakutan mempercepat kocokannya di lubang Mei Zu. Setelah beberapa menit, Mei Zu mencapai klimaks, “AAAHH!” cairan menyemprot, vaginanya berkedut hebat.
Sementara mereka bertiga bergantian memaksa kedua tangan Endy memasturbasi mereka, Fang-Fang menghampiri batang Endy yang terus ereksi karena obat. Tangannya bergerak cepat ke arah batang Endy. “Gua udah mau klimaks. Gua mau elu keluar bareng gua!” perintahnya. Batang Endy yang hancur memar dan berdarah digenggam erat, “Aahh… Sakit… Sakiiitttt...” Endy mengerang lemah sambil menangis, tapi Fang-Fang makin keras menggenggam batang ereksi Endy dan mulai mengocok kuat-kuat penis meradang itu.
Jari kiri Fang-Fang menusuk anus Endy dan menekan prostatnya, “Aku mau liat peju elu keluar!” Hanya beberapa detik dirangsang Fang-Fang, Endy tak bisa menahan ejakulasinya. Peju bercampur darah dan nanah kembali menyemprot dari kemaluan Endy, kali ini ke tangan Fang-Fang. “AAAH!” jerit Fang-Fang, mencapai klimaks lagi bersamaan dengan ejakulasi Endy. Cairan dan lendir vagina Fang-Fang pun mengalir keluar. Fang-Fang tersenyum, “Nikmat sekali peju merahmu!”
Tapi rupanya Fang-Fang tak berhenti. Dia kembali melanjutkan kocokannya pada penis malang itu.
Endy hanya bisa terus menjerit lemah dan menangis menahan sakit neraka di penisnya sementara kedua tangannya tanpa istirahat terus dipaksa memasturbasi ketiga teman psikopatnya itu.
________________________
Setelah sekian lama sesi penyiksaan ini, Endy terbaring hampir mati di meja operasi. Tubuhnya hancur penuh luka dan darah. Nafasnya satu-satu. Mei Zu, Fei Lin, Aling, dan Fang-Fang berdiri di sekitarnya. Tubuh mereka telanjang berkilau keringat dan darah. Nafsu mereka sudah mencapai puncak.
Mei Zu lalu tersenyum sadis, “Aku mau kalian hancurkan badannya sambil dia anal sex denganku” katanya, matanya liar.
Fei Lin langsung mengangguk, “Bagus, aku mulai dengan silet ini,” katanya, mengambil silet kecil dari meja. Aling cekikikan, “Kalau aku mau cabut bola matanya biar kakak ini ga jelalatan liatin badan kita,” Fang-Fang menambahkan, “Aku ambil lidahnya, biar dia tak berisik lagi.”
Endy, dalam kondisi seperti zombie, hanya mengerang lemah dan menangis minta minta ampun untuk terakhir kali. “Ugh… Tolong… Lepaskan aku…” Air matanya yang keluar sekarang bercampur darah. Tubuhnya mengejang hebat. Para wanita itu tertawa melihat keadaan menyedihkan mangsa mereka, lalu mereka pun memulai rencana mereka.
Mei Zu menaiki badan Endy, perlahan memasukkan batang Endy yang memang sudah licin akibat begitu banyak cairan ke dalam duburnya. Endy meronta dan menjerit ketika batangnya yang meradang itu masuk dan dijepit dengan luar biasa kencang oleh otot anus Mei Zu. Sementara ketiga wanita lainnya bersiap untuk menyiksa Endy dengan mengambil peralatan siksaan mereka masing-masing.
Ketika semua sudah siap, Mei Zu mulai menggagahi Endy dengan posisi reverse cowgirl. Wajahnya membelakangi wajah Endy. Duburnya yang menjijikan dan kencang menyelimuti batang Endy yang sudah memar dan berdarah. “Aah… dildo kotor, rasakan aku!” desahnya. Pinggulnya bergerak lambat namun penuh tekanan. Anusnya memeras batang Endy dengan kekuatan. Suara slap-slap kulit bergema di ruangan.
Endy mengerang lemah, tapi ereksinya yang sangat menyakitkan dipaksa oleh obat kuat laknat itu, sehingga peju bercampur darah kecil menyemprot ke dalam dubur Mei Zu, membuat Mei Zu mengerang erotis, “Aah… ya… keluar terus untukku, dildo!” tubuhnya gemetar, payudaranya bergoyang erotis.
Sementara itu, Aling memegang obeng, “Aku mulai dari matanya,” katanya dengan senyum sadis, lalu tanpa ragu dia menusuk mata kiri dan mata kanan Endy, SQUISH! bola mata Endy robek, cairan bening bercampur darah menyemprot ke wajah Aling, mengalir ke pipinya, membuatnya menjilat dengan kenikmatan, “Aah… rasanya asin…” Kedua bola mata Endy terlepas dari soketnya, menggantung di pipinya. Darah dan cairan mengalir deras. Wajahnya berubah mengerikan.
Endy yang sudah hampir mati sudah tak bisa menjerit namun tubuhnya menggelinjang luar biasa karena rasa sakit neraka. Sementara itu Mei Zu di atasnya terus menggagahinya. Aaaahhh... Mmmmmhhh...” desahnya. Pinggulnya bergerak secara erotis dan liar untuk mencari titik-titik kenikmatan.
Fei Lin menggunakan palu, “Aku patahkan hidungnya,” katanya, lalu memukul kuat-kuat hidung Endy, POK! Tulang hidung Endy patah. Darah mengalir seperti air terjun kecil dari kedua lubang hidungnya. Hidung Endy yang hancur, lubang berdarah terbuka di wajahnya, membuatnya tampak seperti monster. Air mata Endy makin banyak yang bercampur darah, tubuhnya kejang hebat.
Mei Zu makin cepat mengenjot Endy karena dirinya sudah hampir mencapai klimaks. Dia terus mendesah nikmat sambil mulai memainkan payudaranya sendiri untuk menambah kenikmatan.
Fang-Fang kali ini yang mendekati Endy. Dia membuka paksa mulut Endy dan menarik lidah Endy, lalu tanpa ragu memotong lidah Endy dengan gunting, SNIP! Dengan satu gerakan, lidah Endy terpotong setengah. Darah segar mengalir ke tenggorokan Endy, membuatnya tersedak, “Gurgh… gurgh…” suaranya teredam, wajahnya penuh darah dan cairan.
Mei Zu mencapai klimaks pertama, “AAAAHHH!” jeritnya. Tubuhnya gemetar nikmat, tapi Mei Zu tak berhenti setelah orgasme. Dia menggagahi Endy lebih keras. Batang Endy terus ereksi dan darah kecil mengalir dari luka-lukanya.
Aling lalu memakai pisau panjang, “Aku ambil telinganya,” katanya, lalu memotong telinga kiri Endy, SLASH! Kulit dan tulang rawan telinga kiri Endy terpotong, darah menyemprot ke payudaranya, membuat putingnya berkilau merah. Telinga kanan menyusul, SLASH! wajah Endy kini tanpa telinga, hidung, dan mata, hanya lubang berdarah, tampak seperti makhluk neraka.
Giliran Fei Lin lalu tanpa henti menyilet muka dan badan Endy, SLASH-SLASH! Kulit Endy yang sudah penuh luka makin terbuka, darah mengalir seperti sungai. Fei Lin tanpa belas kasihan terus menyayat sampai ribuan goresan kecil, daging merah terlihat di mana-mana, darah membanjiri meja dan lantai, aroma anyir memenuhi udara.
Endy menangis dan meronta lemah karena tak tahan akibat rasa sakit seperti neraka. Tubuhnya kejang dan mulutnya sudah berbusa bercampur darah, tapi Mei Zu di atasnya terus menggagahi dirinya, “Aah… yaaa… rontaanmu membuatku basah!” desahnya, mencapai klimaks lagi, “AAAHH!” Otot duburnya mengencang memeras penis Endy. Mei Zu pun sangat lemas. Pinggulnya bergoyang-goyang mencari kenikmatan terakhir dari kemaluan mangsanya itu.
Tak berapa lama, Mei Zu akhirnya turun dari badan Endy. Ketiga temannya yang lain pun berhenti menyiksa Endy yang sudah tak berbentuk lagi.
Mei Zu: Sudah cukup. Dildo ini sebentar lagi akan mati. Ayo kita ke ruangan sebelah untuk merayakan ulang tahun geng kita.
Aling yang hiperseks meminta dirinya boleh bercinta dengan Endy sebelum Endy mati.
Aling: Mmhh... Kalau boleh aku mau bercinta dengan kakak ini di lantai, kak Mei Zu. Lebih leluasa.
Mei Zu: Hidupnya paling ga sampai lewat tengah malam. Aling, kamu boleh mangsa ini untuk terakhir kali.
Endy yang sudah sebentar lagi mati akhirnya diturunkan oleh mereka dari atas meja operasi dan ditidurkan di lantai. Endy lalu ditinggalkan berdua dengan Aling untuk diperkosa oleh Aling sampai mati.
______________________
2 jam berlalu...
Endy yang buta dan seperti zombie hidup dipaksa bercinta oleh Aling dengan berbagai posisi seks. Endy hanya bergerak berdasarkan naluri laki-lakinya. Bibirnya bercumbu dengan Aling. Mulutnya mengenyot payudara Aling sambil Aling menggenjotnya. Jari dan lidahnya memainkan klitoris Aling. Pinggul Endy maju mundur menyodok vagina Aling. Aling menyetubuhi Endy dalam posisi lotus. Dan seterusnya. Semua hanya berdasarkan naluri prianya saja. Tubuh Aling sudah mandi peju, darah dan nanah dari ejakulasi dan bekas luka Endy.
Setelah sejam lagi bercinta, karena lukanya sudah terlalu parah akhirnya tubuh Endy menyerah. Dia pun menghembuskan nafas terakhirnya dalam posisi doggy style dengan batang penisnya masih di dalam vagina Aling. Tubuhnya mengejang dan mulutnya mengeluarkan busa bercampur darah. Jantungnya berhenti akibat syok dan serangan jantung. Darah dari mulut, mata, hidung, dan luka-luka mengalir deras. Endy pun terjatuh di punggung Aling.
Merasakan Endy tak bergerak lagi, Aling pun tertawa, “Hihi... Kakak mati dengan penuh nikmat." Pengaruh obat laknat itu masih membuat darah berkumpul di penis Endy sehingga penisnya masih tegak. Aling pun lanjut menggoyangkan pinggulnya dalam posisi mayat Endy yang masih dalam posisi doggy style.
Selang 10 menit bercinta, Aling pun menjerit nikmat. Dirinya akhirnya mencapai orgasme. Cairan kewanitaannya menyembur membasahi penis Emdy yang penuh darah. Setelah puas, Aling melepaskan penis Endy dari vaginanya. Dia lalu mendorong Endy sampai terjatuh ke lantai. Secara mengejutkan, penis Endy masih terus tegang akibat pengaruh obat setan itu.
"Hihi... obat kak Fang-Fang memang juara. Semua cowok yang minum, bahkan kakak letoy ini ga bisa loyo walau udah mati. Sekarang saatnya aku bikin loyo penis kakak."
Aling lalu menggenggam batang mengacung Endy dengan tangannya lalu dengan keji memuntir batang malang itu. Sekali putaran, dua kali, tiga kali dan sampai ratusan kali, sampai terdengar bunyi POP... Robeklah kulit dan putuslah otot batang Endy. Darah muncrat seperti air mancur ke wajah Aling. Aling lalu menarik paksa batang Endy sampai terlepas dari pangkalnya. Darah lebih banyak kembali muncrat ke wajah Aling dan ke lantai.
Aling dengan erotis mengoleskan darah itu ke sekujur tubuhnya sambil mendesah nikmat. "Ahhhh... darah kakak membuat aku segar lagi."
Setelah menikmati mandi darah, Aling lalu membuang batang layu Endy yang tak berbentuk itu dan menginjak-injaknya sampai hancur. Dia lalu membiarkan mayat Endy di atas lantai untuk dimakan oleh tikus-tikus.
Sebelum Aling menyusul ketiga temannya di ruangan sebelah, Aling mengambil semacam zat kimia yang bisa menjadi gas untuk menjadi penetralisir ruangan agar ruangan itu tak berbau busuk nantinya.
Tepat tengah malam, mereka pun lalu berpesta seks orgy untuk merayakan ulang tahun geng mereka dan kematian Endy, mangsa ke-50 mereka, yang begitu mengenaskan.